Mencinta Dalam Diam
“Artha, tolong buatin
minum ke tamu kita di depan?”ucap Ibuku yang sedang duduk santai di kursi
kesukaannya, kebetulan baru pulang kerja.
“Okay, Bu. Mereka siapa
ya, Bu?”tanyaku dengan rasa penasaran.
“Mereka itu nantinya
yang akan renovasi rumah kita ini. Mungkin beberapa minggu.” jelas ibuku
sembari membuka handphonenya.
“Ohh gitu.”
Beberapa menit
kemudian, aku pun menyeduhkan teh buat mereka termasuk Ayahku. Sepertinya
mereka begitu asyik membahas proyek yang akan dikerjaan di bagian rumah kami.
“Silahkan di minum dulu.”ujarku
mempersilahkan mereka menikmati minuman buatanku.
Beberapa hari kemudian,
mereka mulai melakukan proyek renovasi rumah kami dan semua terlihat biasa
saja. Sesekali aku yang hobi menyanyi duduk di tempat kesukaanku, sembari
menyanyikan lagu-lagu yang membuatku senang dengan alunan gitar yang kupetik.
Selalu ramai dan ceria begitulah aku menikmati musikku. Entah itu bagus atau
tidak didengar oleh orang, bagiku itu sesuatu yang sangat ternikmati.
Sembari kulantunkan
lirik lagu dengan iringan musikku. Kulihat sekeliling, dimana ada mereka yang
sedang asyik mengerjakan renovasi rumah. Mereka sangat fokus, sepertinya bisa
lupa orang lain dengan melakukan aktivitasnya itu. Di tengah keasyikan itu,
tiba-tiba mataku tertuju pada seseorang yang bekerja dengan wajah tenang
berbeda dari yang lainnya dan seolah-olah pandanganku hanyut akan ketenangan di
wajahnya itu.
“Huh, apaan sih
aku.”batinku lalu mengalihkan penglihatan ke arah rumput hijau di depan rumah.
Hari demi hari, entah
mengapa aku semakin suka melihat wajahnya. Terkadang aku menyelesaikan
perkerjaanku lebih cepat agar aku bisa lebih cepat pula duduk melantunkan
nyanyian sembari memandang wajahnya. Bahkan hal yang tidak kupungkiri,
melihatnya saja kini membuat jantungku berdegup kencang.
Suatu ketika aku yang dengan sengaja melirik dirinya dan berharap dia tidak menyadarinya.
Namun harapanku tidak dikabulkan, tiba-tiba saja pandangan kami bertemu di
saat aku sedang meliriknya dari sekian sudut.
“Mampus aku.”ucapku pada diriku dengan cepat
mengalihkan tatapanku lagi. Kali ini aku benar-benar tidak mengerti, aku tidak
ingin meliriknya tetapi hatiku selalu tergerak. Perlahan aku menyadari ternyata
aku jatuh hati pada lelaki pekerja keras itu.
Satu minggu kemudian, rasa yang kumiliki sepertinya
semakin dalam begitu juga dengan waktu mereka dalam mengerjakan proyeknya juga
akan segera berakhir. Dengan niat yang sangat keras, kuputuskan untuk mencari
tahu segala sesuatu tentang dirinya sebelum terlambat. Bahkan telingaku saja
seakan ikut mendukungku mencari info tentang anak itu. Apa yang mereka
bicarakan kini kudengar dan lambat laun aku tahu siapa namanya karena sering
dipanggil temannya.
Tidak hanya namanya, aku pun tau ternyata
kami tidak sehaluan. Dia yang pernah aku dengar melantunkan sholawat menandakan
dirinya beragama Islam dan aku kristen. Tetapi walaupun aku tahu kami tidak sehaluan, rasa yang
ada di hatiku masih tetap saja berkembang layaknya bunga yang mekar di pagi
hari. Segar dan semakin bertumbuh, aku yang awalnya hanya bahagia melihat
wajahnya kini ingin rasanya dia menjadi milikku.
“Aku ini ya, udah ahk.
Berharapnya tinggi amat.”lirihku terkadang pada hatiku yang tidak tau jatuh
hati kepada siapa.
Perlahan kucoba untuk
mengubur dalam rasa itu, aku pikir semuanya akan berakhir. Pekerjaan mereka
juga hampir selesai, bahkan dia juga sudah jarang datang. Sesekali di hari
pertama dia tidak datang. Bahkan pernah dia selama 4 hari berturut-turut tidak
datang. Iya, aku sadar tugasnya hampir selesai. Lama kucoba melupakannya
ternyata yang ada semakin aku mengingat wajahnya.
Suatu ketika, saat itu
entah roh apa yang muncul pada diriku. Ku tuliskan akun sosial mediaku pada
sebuah kertas, berniat menempelkannya pada sepeda anak itu. Dia memang selalu
naik sepeda saat datang ke tempat kerjanya yang sekarang. Dalam hati, aku sangat berharap rencana unik ini berakhir indah. Namun, keberuntungan tidak berpihak padaku. Alhasil semua gagal
walau pun aku sudah menyusun rencana begitu tepat.
“Huff, tak apa lah
mungkin aku bisa cari sendiri nama akun sosial medianya. Kan namanya juga aku
tau.” ucapku menenangkan diriku sendiri.
Beberapa hari kemudian,
proyek renovasi rumah akhirnya selesai. Sepertinya semua telah berakhir, aku
bahkan tidak sempat berbicara dengannya. Hanya lewat tatapan dan lirikan saja
yang bisa aku berikan. Aku tidak tahu bagaiman tentang dirinya, apa dia
merasakan seperti yang kurasakan atau tidak. Setiap malamnya, kucoba kucurahkan
rasa itu pada sebuah ungkapan rasa seperti sajak ini.
Siapa pun tak akan pernah tahu kapan cinta datang
Kita
tak saling mengenal saat pertama kita bertemu
Tapi
cinta datang setelahnya dan kamu terjebak di dalam hatiku
Saat
aku melihatmu, aku menghilangkan semua rasa sakitku
Seperti
kamu adalah seseorang yang aku cari, tapi cinta itu tak tinggal lama,
Berakhir
tak sesuai dengan yang aku inginkan
Mengapa
kita dipertemukan dan dengan mudahnya dipisahkan?
Jika
kita dihalangi oleh langit, jauh sekali
aku
akan rela melewatinya
Juga
gunung-gunung tak berujung, mencoba menjauhkanmu
Aku
akan berlari menemukannmu
Bahkan
jika waktu menyulitkan kita, aku masih bisa menunggu
Tapi
jika takdir yang memisahkan kita
aku
harus menerimanya, benar kan?
Biasanya
diakhir sebuah novel cinta
Orang-orang
yang terpisah dipertemukan kembali
Untuk
bertemu dan berkata. “Aku mencintaimu.”
Sekali
lagi
Tapi
kisahku mungkin berbeda dan jauh dari itu
Seberapa
keras kita mencoba, kita tak akan bisa lebih dekat
Sungai
sepanjang 10.000 mil tidak akan bisa menghalangiku
Tanah
seluas 10.000 mil hanya jarak sekejap mata bagiku
Bahkan
dipisahkan oleh waktu, aku akan tetap mencarimu
Tapi
jika takdir menghalangiku,aku harus menyerah. Benar, bukan?
Tidak
tahu kapan bunga itu mekar lagi
Kucurahkan
betapa aku mencintaimu pada senja disetiap hariku
Berakhir sudah aku bisa
melihatnya, hari demi hari kucoba tuk melupakannya. Tetapi tetap saja nihil,
kucoba mencari sosial medianya. Aku menemukannya, namun dia sepertinya tidak
ingin mengenalku hingga dia mengabaikan permintaanku begitu saja.
“Gak apa-apa ya hatiku,
mungkin belum takdir.”ucapku pada diriku yang sebenarnya tidak terima
kenyataan.
Suatu ketika, aku jalan
sore diseputaran tempat tinggalku berharap ada hal yang membuatku bisa melupakan
dirinya. Alhasil bukannya malah lupa namun semakin mengingatnya. Dia tiba-tiba
saja muncul entah darimana datangnya. Namun hanya berpapasan begitu saja,
seakan aku dan dirinya tidak pernah saling kenal.
Semua berakhir begitu saja, pertemuan yang tidak disatukan. Setiap hari aku hanya mengajak diriku melupakannya yang belum ditakdirkan untukku, sesekali aku berharap ada kuasa dariNya kelak mencinta dalam diam ini berakhir.
Proud of you,Praku 💙Bagus bgt cerpennya,padahal ini kisahku sendiri ya tapi aku tetap senyum senyum bacanyaa hahaha,Thanks for this story' pra💙
ReplyDeleteMakasih banyak prakuu😍
ReplyDeleteTinggalin jejak dirimu teman-teman terbaikku,karena komentar dan masukan kalian adalah semangat jiwaku. Hehehe :)
ReplyDelete