Oleh: Hotmida Sinaga
“Hey,
ngapain lho di sana. Sok-sok an mau gabung komunitas, ya?” Teriak seorang anak
yang bernama Marsel pada teman satu kelasnya yang hendak bergabung sebuah
komunitas kepemimpinan. Komunitas ini biasanya bagi siapa saja yang berminat
dan mempunyai jiwa kepemimpinan. Tidak ada peraturan khusus di komunitas ini,
intinya hanya kemauan yang tinggi serta tanggungjawab pada komunitas.
“Gak
koq, aku bukan sok sok an mau gabung tapi aku berniat bergabung dan aku menyukai
komunitas itu. Tidak masalah donk. Ya, kan?” Jawab anak itu dengan begitu
polosnya dan apa adanya.
“Siapa
bilang gak masalah, justru itu masalah besar. Tau gak, dimana masalahnya? Lho itu beda sama kita, lihat dirimu. Hmm gak
cocok pemimpin, tampang jelek, kulit
hitam gitu. Udahlah.” Anak itu tidak menjawab, dia hanya memberi senyum
padanya dan melanjutkan langkaahnya.
Seperti
itulah setiap harinya Marsel. Marsel adalah seorang anak pemilih, baginya tidak
ada arti persatuan walaupun dia tinggal dan bersekolah di tempat umum dimana
ada banyak perbedaan mulai dari agama, suku, ras, ekonomi dan lainnya. Dia
hanya berteman dengan orang yang sama dengan dirinya dan cenderung merendahkan
oranglain yang tidak sama dengannya. Padahal
warga sekolah tersebut selalu menghargai perbedaan satu sama lain,
selalu menjadikan keberagaman itu awal persatuan yang sangat indah.
Sudah
banyak nasehat diberikan pada Marsel akan pentingnya persatuan itu di negara
Indonesia yang bersemboyan Bhineka Tunggal Ika. Dia tetap saja bersikeras akan
kemauannya itu, sulit untuk mengubah dirinya. Jika ditanya tentang keluarga,
hanya dia yang memiliki sifat yang seperti itu. Hal itu kadang membuat teman
sekolahnya sakit hati akan sifat buruknya itu.
Suatu
hari sekolah Marsel mengadakan kegiatan pemuda dimana pada saat itu bulan
oktober. Mereka berencana membuat perayaan tentang sumpah pemuda dengan Tema
Kita Adalah Satu. Banyak kegiatan telah direncanakan yang dimana semuanya
bertujuan untuk meningkatkan rasa persaudaraan dan persatuan bagi para
pemuda. Ada beberapa peraturannya yaitu perlombaaan antar kelas dan setiap
kelompok tidak boleh ada kesamaan.
“Apaan
tuh, koq peraturannya gitu?” Tanya Marsel pada temannya yang dia sebut 1 geng.
“Entah,
brarti kita gak boleh satu grup donk?”
“
Iya, bener. Gimana donk? Aku gak suka gabung sama mereka, gak cocok.” Sahut
para teman Marsel yang tidak menyetujuinya.
Namun,
peraturan tetaplah peraturan. Mereka tidak dapat mengubahnya dengan sesuka
hati.
“
Udah guys, gitu aja repot. Gabung sesekali sama yang beda dulu, kan enak tuh?
Jangan itu melulu gak bosan apa?” Ucap yang lain padaa mereka.
“Klo
kita beda-beda satu grup itu enak lho, bisa paham gimana suku ataupun agama
lain. Kayak aku gitu, kan kamu belum tau gimana suku aku?” Sahut teman Marsel
yang lainnya lagi.
Akhirnya,
mereka pun bergabung pada kelompok yang baru dengan wajah yang
bersungut-sungut. Mungkin mereka tidak suka akan perkataan teman-temannya itu.
Tetapi itu udah lebih baik dari sebelumnya yang selalu bersikeras.
Setelah
beberapa hari kemudian kegiatan pun dilaksanakan satu per satu untuk
memperebutkan hadiah yang cukup menarik dan sangat membutuhkan persatuan yang
tinggi. Salah satu kegiatannya yaitu lomba jawab kuis yang ditanyakan tentang
pengetahuan umum, sosial, negara dan lainnya yang behubungan dengan sumpah
pemuda bahkan negara.
Tanpa
tersadar Marsel dan temannya yang sebelumnya sulit menerima perbedaan itu, kini
pada hari kegiatan mereka melaksanakan dengan baik dan membuahkan hasil
yang sangat bagus.
“Wah,
ternyata enak ya gabung sama yang beda suku dengan kita?” Kata Marsel Tiba-tiba
“
Masa sih? Kemaren katanya gak, apa enaknya coba? Tanya temannya sedikit
tersenyum.
“
Banyak donk. Salah satunya, klo aku kemaren aku gak gabung sama yang suku
Batak. Gimana bisa aku jawab kuis tentang budaya batak, sementara aku suku
dayak. Menghafal kan ribet?” Jawabnya dengan semangat
“
Iya, bener Sel. Aku setuju,” Jawab yang lainnya
“Aku
bilang juga apa. Perbedaan itu menyenangkan, kan? Jadi, mulai hari ini kita
harus akrab ya sobatku. Jangan kayak dulu beda-bedain. Kita adalah satu, setuju
gak? Ucap yang lainnya.
“
Pasti donk.”
“Setuju.”
Mereka
semua mengucapkan setuju dan sejak saat itu tidak ada lagi perbedaaan bagi
kelas mereka terutama pada Marsel yang dulu bersikeras akan perbedaan.
Amanat:
Keberagaman adalah awal dari persatuan dan persaudaraan.